Pengamat politik, Rocky Gerung berkomentar soal rencana pemberian Bintang Penghormatan kepada mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Pemberian penghargaan ini dapat menjadi dilema moral di Indonesia.
Kata Rocky, Gatot datang dengan suatu proposal politik yang sangat tinggi, yaitu politik moral. Gatot berupaya untuk membuat jarak dengan kekuasaan supaya ada evaluasi rasional terhadap praktik kekuasaan.
Hal itu berakibat pada tuduhan dari istana terhadap Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), bahwa KAMI itu sponsor dari kerusuhan buruh. Kemudian menyebabkan tiga dari deklarator KAMI ditangkap.
"Dilemanya adalah kalau Pak Gatot menerima kalung medali itu, orang akan bertanya, 'Yang sana dapat kalung, yang 3 dapat borgol?’ Jadi itu dilema moralnya," kata Rocky Gerung dalam video di akun Youtube-nya yang dikutip pada Senin 9 November 2020.
Rocky yang juga salah satu deklarator KAMI itu mengatakan, dilema moral itu sebenarnya tidak terjadi jika saja KAMI tidak disebut sebagai 'perusak' demokrasi.
Rocky membaca pemberian penghargaan terhadap Gatot lebih kepada perasaan bersalah Istana kepada KAMI yang kerap menyudutkan. Maka dari itu muncul nama Gatot untuk diberikan penghargaan.
"Kalau KAMI tidak disebutkan sebagai perusak demokrasi, karena caci-maki terhadap KAMI kan dalam satu bulan ini kan berlangsung terus. Jadi saya membaca bahwa istana mungkin punya rasa bersalah menuduh KAMI sebagai Biang Kerok dari kekacauan politik, karena itu diberikan lah anugerah kepada Gatot," katanya.
Terlepas dari apapun motif dibalik pemberian penghargaan kepada Gatot, publik dapat membaca bahwa Gatot bukanlah seorang perusuh. Begitu juga gerakan KAMI yang di dalamnya terdapat Gatot sebagai Presidiumnya.
"Itu adalah semacam simbol negara untuk menghargai prestasi seseorang. Jadi sebetulnya negara mengakui bahwa Gatot Nurmantyo bukan perusuh. Dengan kata lain KAMI juga bukan perusuh. Karena Gatot untuk sementara kami anggap sebagai Panglima KAMI," tandas Rocky.