Dalam kunjungannya ke Indonesia, Raja Belanda, Willem-Alexander menyampaikan permohonan maaf atas kekerasan yang telah dilakukan negaranya terhadap Indonesia di masa lampau.
Raja Willem berharap, penjajahan di masa lalu tidak akan menganggu hubungan antara Belanda dengan Indonesia ke depannya.
Raja Willem minta maaf bukan atas kekerasan di masa penjajahan, namun kekerasan yang terjadi setelah proklamasi Kemerdekaan.
Menurut sejarah, beberapa peristiwa kekerasan militer terjadi setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Yakni Pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, Belanda melancarkan agresi militer di Jawa dan Sumatera, yang dikenal dengan Agresi Militer I.
Lalu disusul dengan Agresi Militer Belanda II, pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Juga pembunuhan rakyat sipil di Sulawesi Selatan oleh pasukan Belanda pimpinan, Raymond Pierre Paul Westerling yang terjadi pada Desember 1946 hingga Februari 1947 yang dikenal dengan sebutan Pembantaian Westerling.
Permintaan maaf itu disampaikan Raja Willem saat konferensi pers bersama Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Selasa (10/3).
"Selaras dengan pernyataan pemerintahan saya sebelumnya, saya ingin menyampaikan penyesalan saya dan permohonan maaf untuk kekerasan yang berlebihan dari pihak Belanda di tahun-tahun tersebut. Saya melakukan ini dengan kesadaran penuh bahwa rasa sakit dan kesedihan keluarga-keluarga yang terdampak masih dirasakan sampai saat ini," Willem Alexander, Raja Belanda.
"Pada saat yang bersamaan merupakan sesuatu yang baik bila tetap menghadapi sejarah. Masa lalu tidak bisa dihapus, dan perlu diakui setiap generasi pada waktunya," Willem Alexander, Raja Belanda.
Willem menyadari antara Belanda dengan Indonesia pernah berada di pihak yang berlawanan. Namun, dia meyakini ke depan kedua negara akan menjalin hubungan yang semakin erat dan mengembangkan sebuah hubungan baru berdasarkan rasa hormat, saling percaya dan persahabatan.